Ruqyah bukan
pengobatan alternatif. Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan
tatkala seorang muslim tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah
tidak boleh diremehkan keberadaannya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah termasuk
amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang
shalih. Para nabi dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak
Adam dengan apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya”. [1]
Karena
demikian pentingnya penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin
semestinya mengetahui tata cara yang benar, agar saat melakukan ruqyah tidak
menyimpang dari kaidah syar’i.
Tata cara meruqyah adalah sebagai
berikut:
1. Keyakinan
bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah
harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa
Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3.
Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca
Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca
surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada
dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan
dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati
makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang
meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al
Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Supaya penderita
belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup
pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini,
menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang
lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan
orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim,
kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air
ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi,
tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al
Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku
menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah
lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani,
17/184].
8. Jika
meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk
media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits
Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُوْا الزَيْتَ
وَ ادَّهِنُوا بِهِ فَإنَهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَة
“Makanlah
minyak zaitun , dan olesi tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang
penuh berkah”.[2]
9. Mengusap
orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia
berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh
kesakitan, Beliau mengusapnya dengan tangan kanan…”. [HR Muslim, Syarah An
Nawawi (14/180].
Imam An
Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mengusap orang yang
sakit dengan tangan kanan dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih tentang
itu yang telah aku himpun dalam kitab Al Adzkar”. Dan menurut Syaikh Al
‘Utsaimin berkata, tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah dengan
memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk
dibacakan kepadanya, (maka) tidak ada dasarnya sama sekali.
10. Bagi
orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan
seraya mengatakan بِسْمِ الله (Bismillah, 3 kali).
أعُوذُ بِالله
وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ
“Aku berlindung
kepada Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku
takuti”.[3]
Dalam riwayat
lain disebutkan “Dalam setiap usapan”. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali.
Atau membaca :
بِسْمِ الله أعُوذُ
بِعزَِّةِ الله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ مِنْ وَجْعِيْ هَذَا
“Aku
berlindung kepada keperkasaan Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang
aku jumpai dari rasa sakitku ini”.[4]
Apabila rasa
sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan
mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.[5]
11. Bila
penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan
misalnya, maka dibacakan pada tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad
bin Hathib Al Jumahi dari ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku
datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau telah sampai di Madinah semalam
atau dua malam, aku hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun
keluar untuk mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku dan berguling menimpa
lenganmu. Maka aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan
engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”.
Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:
أَذْهِبْ الْبَأْسَ
رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا
يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkan
penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak
ada kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan
penyakit”[6].
Dia (Ummu
Jamil) berkata: “Tidaklah aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, kecuali tanganmu telah sembuh”.
12. Apabila
penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila,
dada sempit atau keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan
ruqyah di hadapan penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘laihi wa sallam meruqyah orang yang mengeluhkan rasa sakit.
Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin K’ab , ia berkata: “Dia
bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu
‘alaihi wa salla,m . Maka aku mendengar Beliau membentenginya (ta’widz) dengan
surat Al Fatihah”.[7]
Apakah ruqyah
hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit
secara umum? Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang
disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun
(humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An
Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti
hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau
ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang
yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi isyarat
buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan
tadi”. (Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal
‘Ain Wan Namlah).
Maraji` :
1. Risalatun Fi
Ahkami Ar Ruqa Wa At Tamaim Wa Shifatu Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abu
Mu’adz Muhammad bin Ibrahim. Dikoreksi Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin.
2. Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abdullah bin
Muhammad As Sadhan, Pengantar Syaikh Abdullah Al Mani’, Dr Abdullah Jibrin, Dr.
Nashir Al ‘Aql dan Dr. Muhammad Al Khumayyis, Cet X, Rabi’ul Akhir, Tahun
1426H.
[Disalin dari
majalah As-Sunnah Edisi 06//Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Dinukil dari Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah,
hlm. 41.
[2]. Hadits hasan, Shahihul Jami’ (2/4498).
[3]. HR Muslim, kitab As Salam (14/189).
[4]. Shahihul Jami’, no. 346.
[5]. Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh Az Zuhri merupakan cara Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meniup.
[6]. Al Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham-an, no. 1415-1416.
[7]. Al Fathu Ar Rabbani (17/183).
[8]. Namlah adalah luka-luka yang menjalar di sisi badan dan anggota tubuh
lainnya